Select Portal Media : Ozenk Articles | Opnet Services | Exctech Blog | Islamic Studies | Space Theater | Master Wayang |
Ghaibah : Imam Al Mahdi | Mengkajikan

Ikutlah Mengkaji Beberapa Artikel Yang terkumpul

Kami akan Menghumpulkan beragam artikel sebagai bahan materi pembahasan. Dengan Semangat Pluralisme yang berpondasi pada Pancasila Dan Tut Wuri Handayani, Berdasar pada Kitab Suci Dan Hadist, dan Berpegang teguh pada Kaidah Agama Kelak mendorong dan memotivasi Para pembaca yang lainnya. Informasi, Kritik dan Saran silahkan Kirim Ke : kajian@gmail.com

User Login

On Minggu, 04 Maret 2012 0 komentar

Esensi Ghaibah

 

Jika kita menelaah buku-buku referensi hadis, kita akan menemukan hadis-hadis yang menjelaskan tentang ghaibah Imam Mahdi as dalam jumlah yang sangat banyak. Sebelum kita membahas tentang klasifikasi ghaibah dan konsep penentuan duta dan wakil beliau, selayaknya kita mempertanyakan terlebih dahulu apa arti ghaibah dan bagaimana mungkin seorang manusia yang bersifat material dapat ghaib dari pandangan kita?; apa esensi ghaibah beliau?
Dengan demikian, pembahasan kita pada kesempatan ini akan terfokus pada dua pokok pembahasan: pertama, definisi ghaibah, dan kedua, esensi ghaibah Imam Mahdi as.

Definisi Ghaibah

Secara lenguistik, ghaibah memiliki dasar kata ghain, ya` dan ba`. Al-Ghaib adalah segala yang tersembunyi dari kita. Dalam ayat al-Quran kita membaca “yu`minûna bil-ghaib”. Artinya, mereka beriman kepada segala sesuatu yang tersembunyi dari mereka, seperti surga, neraka dan hari kebangkitan. Al-Ghaibah juga memiliki arti segala yang tersembunyi.[1]
Secara terminologis, terdapat dua definisi berkenaan dengan kosa kata tersebut:
Pertama , beliau tidak hidup di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka tidak mampu untuk menemuinya, sebagaimana layaknya manusia biasa.
Yang jelas, definisi ini tidak dapat dibenarkan karena sangat banyak orang-orang yang pernah berjumpa dengan beliau, baik dari kalangan ulama Ahlussunnah maupun Syi’ah. Kami akan membahas hal ini (pertemuan beberapa orang mulia dengan beliau) pada pembahasan-pembahasan selanjutnya.
Kedua , tersembunyi dari pandangan manusia kapan pun beliau inginkan dan beliau hidup di tengah-tengah masyarakat umum. Oleh karena itu, beliau dapat dijumpai dan melihat kita meskipun kita tidak mengenalnya.

Esensi Ghaibah Imam Mahdi as

Ghaibah Imam Mahdi as adalah sebuah realita, bukan sekedar teori yang tidak memiliki kenyataan, meskipun seluruh sarana material tidak mampu untuk membuktikannya. Hal itu dikarenakan esensi ghaibah ini adalah sebuah esensi metafisik yang berada di luar ruang lingkup materi. Orang-orang yang pernah berjumpa dengan beliau, pertemuan tersebut selalu diakhiri dengan keghaiban beliau. Hal ini mengindikasikan bahwa ghaibah adalah suatu yang realistis.
Lebih dari itu, keghaiban beliau setelah perjumpaan-perjumpaan itu membuktikan bahwa beliau adalah seorang imam yang memiliki kemampuan luar biasa untuk mengadakan berbagai aktifitas metafisik di dunia materi ini. Bagaimana mungkin orang biasa dapat ghaib dan muncul kembali dalam sekejap mata? Dengan demikian, keghaiban beliau ini—menurut pendapat sebagian ulama—dapat dianggap sebagai salah satu mukjizat beliau. Karena definisi mukjizat—seperti telah kita bersama dalam pembahasan kenabian—adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum kausalitas material. Apakah keghaiban beliau bukan suatu yang bertentangan dengan hukum kausalitas material?
Terdapat arti lain berkenaan dengan esensi ghaibah ini. Yaitu, Imam Mahdi as “mengelabui” mata umat manusia sehingga mereka tidak melihatnya. Dan hal ini bukanlah suatu hal yang aneh bagi para wali Allah yang memiliki kemampuan untuk melakukan apa saja di alam dunia ini.
Jika kita merujuk kepada sejarah, hal itu pernah dilakukan oleh Rasulullah saw ketika para pembesar Quraisy mengepung rumah beliau dengan tujuan untuk membunuhnya pada peristiwa Lailatul Mabît. Ketika keluar dari rumah, beliau menaburkan debu di hadapan mereka dan mereka tidak dapat melihat beliau.[2]
Secara global, ghaibah Imam Mahdi dapat diklasifikasikan dalam dua klaisifikasi besar:
Pertama, ghaibah shugra (kecil, pendek).
Kedua, ghaibah kubra (besar, panjang).

[1] Lihat pembahasan mendetail tentang hal ini di dalam buku Lisân al-Arab, jilid 10, hal. 151-153.
[2] Pembahasan lebih mendetail tentang hal ini dapat Anda temukan dalam buku al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 127-130.

Fungsi Imam Yang Ghaib

Setelah kita menghadapi realita bahwa Imam Mahdi as hidup di alam ghaibah untuk masa yang hanya diketahui oleh Allah SWT, kita berhak untuk bertanya apa fungsi beliau sebagai perantara faidh Ilahi ketika beliau tidak hidup bersama kita? Apakah dengan demikian keberadaan beliau adalah sama dengan ketidakadaan beliau?
Dengan demikian, pada kesempatan pendek ini kami akan memfokuskan pada pembahasan fungsi imam yang ghaib. Mengingat masalah ini adalah masalah metafisik yang tidak dapat kita cerna dengan indera matarial kita, selayaknya kita merujuk kepada ucapan-ucapan Rasulullah saw dan Ahlulbait as untuk mengetahui rahasia di balik kegaiban beliau tersebut. Dalam beberapa hadis pun disebutkan bahwa mereka “terpaksa” mengumpamakan realita ini dengan contoh-contoh materi yang akrab di telinga kita sehari-hari. Mereka mengumpamakan keberadaan beliau di dalam ghaibah dengan keberadaan matahari ketika ditutupi oleh awan tebal. Sebagaimana kita masih dapat mengambil manfaat dari keberadaan matahari pada saat itu, kita pun masih dapat mengambil manfaat dari keberadaan Imam Mahdi as di alam ghaibah.
Hadis-hadis tentang hal sangat banyak sekali. Kami akan menyebutkan sebagiannya saja.
Hadis-hadis tersebut akan kita sebutkan dalam kesempatan yang akan datang


Ghaibah Shughra

Sebelum kita memasuki pembahasan, kita berhak untuk bertanya, mengapa Imam Mahdi as harus gaib sehingga kita tidak dapat menemui beliau dengan leluasa? Mengapa kita harus terhalangi dari perantara faidh Ilahi yang agung ini sehingga kita harus menjalani kehidupan terkatung-katung tak mengetahui tujuan dengan pasti? Tidakkah lebih baik beliau muncul di tengah-tengah kita sehingga kita dapat mengadukan seluruh problema kita dengan leluasa? Paling tidak, itulah yang terbaik menurut pendapat kita!
Jika kita meruntut sejarah masa lalu, sebenarnya kita adalah korban sejarah. Menurut sebuah pepatah, orang lain yang makan nangka kita yang terkena getahnya.
Jika kita ingin menemukan jawaban atas pertanyaan di atas, sebenarnya kita harus merujuk kepada masa lalu; apa yang telah terjadi pada masa lalu sehingga Allah harus menggaibkan hujah-Nya?
Situasi sosial-politik pada masa Imam Ali al-Hadi as hingga masa Imam Hasan al-‘Askari as sangatlah tidak menguntungkan Ahlulbait as dan para pengikut mereka. Mereka selalu hidup dalam kelaliman dan pengawasan ketat sehingga mereka pun tidak dapat berjumpa dengan imam mereka dengan leluasa. Sikap ini daiambil oleh pihak penguasa karena mereka pernah mendengar banyak hadis yang memberitahukan akan kemunculan seorang imam dari keturunan Imam Hasan al-‘Askari as yang akan menumbangkan segala jenis kelaliman yang bercokol di muka bumi ini. Sebagai gantinya, ia akan mendirikan sebuah pemerintahan adil yang dapat menebarkan bau semerbak cawan keadilan ke seluruh lapisan masyarakat sehingga setiap individu masyarakat dapat meneguknya. Melihat hadis-hadis semacam itu, para penguasa itu harus mengambil sikap dan strategi tersebut supaya dapat membunuhnya begitu ia lahir.
Ini dari satu sisi. Dari sisi lain, keberadaan seorang imam ma’shum adalah sebuah perantara faidh Ilahi untuk seluruh makhluk sehingga alam semesta ini tidak hancur berantakan. Dengan demikian, jika ia lenyap dari muka bumi ini, niscaya alam ini akan hancur berantakan, karena perantara faidh-Nya telah terputus. Melihat kedua realita tersebut, Allah SWT “terpaksa” menggaibkan hujah-Nya demi menyelamatkannya dari tangan-tangan jahil penguasa dan menyimpannya di alam ghaibah hingga waktu yang telah ditentukan oleh-Nya.
Ghaibah shughra adalah sebuah ghaibah yang bersifat temporal dan tidak berlangsung lama. Masa ghaibah ini berlangsung sekitar 70-75 tahun. Sebenarnya, masa ghaibah ini adalah sebagai prolog untuk memasuki masa ghaibah yang lebih panjang, yaitu ghaibah kubra. Pada masa ini, hubungan Imam Mahdi as dengan masyarakat tidak terputus secara total. Beliau masih mengadakan hubungan dengan masyarakat secara langsung dan tatap muka meskipun melalui perantara para wakil khusus beliau. Dengan perantara mereka, beliau menyelesaikan segala problema yang sedang menimpa masyarakat luas. (Pembahasan tentang para wakil khusus beliau ini akan kami haturkan pada kesempatan yang akan datang).
Berkenaan dengan permulaan ghaibah shughra ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama; sebagian berpendapat bahwa hal itu dimulai sejak beliau lahir pada tahun 255 Hijriah, dan menurut sebagian pendapat yang lain, ghaibah ini dimulai sejak Imam Hasan al-‘Askari as syahid. Dengan demikian, berdasarkan pendapat pertama, masa ghaibah shughra ini berlangsung selama 75 tahun. Sementara menurut pendapat kedua, masanya berlangsung selama 70 tahun. Dan kita dapat memilih pendapat pertama mengingat semenjak kelahirannya, beliau pun tidak pernah menampakkan diri di hadapan khalayak kecuali dalam kondisi tertentu dan kepada orang-orang tertentu. [1]

[1] Al-Imam al-Mahdi min al-Mahd ilâ azh-Zhuhûr, hal. 140-145; Khorshid-e Maghrib, hal. 42-43. 

Ghaibah Kubra

Setelah masa ghaibah shugra berlalu, masuklah periode ghaibah kubra. Sebuah periode ghaibah yang amat panjang dan hanya Allah Yang Mahakuasa yang mengetahui kapan akan berakhir. Tentunya masa ini akan berakhir ketika kita sebagai umat manusia telah memiliki kesiapan cukup untuk menerima kedatangan beliau kembali. Jika tidak, hal itu pasti akan terus berlanjut.
Sebenarnya, masa ini adalah sebuah masa cobaan bagi kita umat manusia; dengan ketiadaan beliau apa yang akan kita lakukan? Apa yang akan kita lakukan demi persiapan kemunculan beliau di dunia ini kembali? Apakah kita termasuk orang-orang yang menentang beliau, dan bahkan membohongkan keberadaan beliau? Ataukah kita akan termasuk orang-orang yang aktif mempersiapkan lahan demi kemunculan beliau? Itu semua tergantung kepada kita sendiri.
Dalam masa ghaibah kubra ini, apakah beliau telah meninggalkan dan tidak memperhatikan kondisi kehidupan kita lagi? Hal itu tidak mungkin. Karena beliau sendiri telah menegaskan dalam sebuah ucapannya, “Sesungguhnya kami tidak akan lengah untuk menjaga kalian dan tidak akan melupakan kalian. Jika tidak demikian, niscaya malapetaka akan menimpa kalian dan para musuh akan menguasai kalian.” [1] Menilik hal tersebut, beliau telah menentukan wakil-wakil beliau untu periode ini. Yang jelas, bukan wakil-wakil khusus seperti periode ghaibah shughra yang langsung ditunjuk oleh beliau dengan pangangkatan langsung. Wakil-wakil beliau kali ini ditentukan secara umum dengan menentukan karakteristik tertentu bagi mereka. Oleh karena itu, wakil-wakil beliau kali ini dikenal dengan nama wakil-wakil umum. Kami akan membahas konsep perwakilan umum ini pada kesempatan yang akan datang.

[1] Al-Imam al-Mahdi min Al-Mahd ila azh-Zhuhûr, hal. 227.



0 komentar:

Posting Komentar