Select Portal Media : Ozenk Articles | Opnet Services | Exctech Blog | Islamic Studies | Space Theater | Master Wayang |
Imamah & Ahlul Ba'it Imam Al Mahdi | Mengkajikan

Ikutlah Mengkaji Beberapa Artikel Yang terkumpul

Kami akan Menghumpulkan beragam artikel sebagai bahan materi pembahasan. Dengan Semangat Pluralisme yang berpondasi pada Pancasila Dan Tut Wuri Handayani, Berdasar pada Kitab Suci Dan Hadist, dan Berpegang teguh pada Kaidah Agama Kelak mendorong dan memotivasi Para pembaca yang lainnya. Informasi, Kritik dan Saran silahkan Kirim Ke : kajian@gmail.com

User Login

On Minggu, 04 Maret 2012 0 komentar

Urgensitas Eksistensi Imam

Mukadimah

Mengingat urgensitas yang dimilikinya, Imamah senantiasa  menjadi pembahasan yang hangat di antara kaum Syiah dan Ahli Sunnah. Para Ulama’ Syiah telah menulis berbagai kitab yang sangat banyak yang sarat dengan pelbagai argumentasi dalam menetapkan Imamah, di mana untuk menjelaskan argumentasi-argumentasi itu secara ringkas pun, membutuhkan waktu dan kesempatan yang tak sedikit.
Pada kesempatan ini kami akan menjelaskan permasalahan imamah dalam dua bagian pokok, pertama urgensitas wujud Imam. Kedua sejumlah argumentasi naqli tekstual dalam menetapkan keimamahan atau kepemimpinan Ali as dan sebelas orang dari keturunannya, yang legalitasnya berasal dari tuhan dan dengan pelantikan atau pengangkatannya oleh nabi SAW.

Dalil Urgensitas Eksistensi Imam

Sebagaimana dalam topik nubuwwah, dalam keyakinan Syiah, merupakan hal urgen dan signifikan, disaat  hikmah / kebijakan tuhan menuntut diutusnya seorang nabi untuk memberikan petunjuk dan bimbingan bagi manusia, maqam Imamah juga demikian, ia merupakan keharusan yang urgen sekali di mana tanpanya bimbingan untuk umat dalam rangka menapaki jalan menuju kebahagiaan akan terasa berat dan bahkan tidak akan pernah sampai kepada titik sempurna.
Dalam kitab-kitab Kalam Syiah telah disebutkan pelbagai argumentasi mengenai urgensitas wujud Imam, baik argumentasi logis maupun  argumentasi tekstual. Di sini kita hanya akan membawakan argumentasi logis saja. Argumentasi  ini terdiri dari 5 proposisi:

1. Seperti yang kita ketahui dalam pembahasan Nubuwwah kebijaksanaan tuhan menuntut diutusnya seorang nabi untuk membimbing manusia.

2. Agama suci Islam adalah agama untuk semua dan bersifat abadi, dan tidak akan ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW. [1]

3. Diakhirinya  mata rantai kenabian –atau yang dikenal dengan Khatmu nubuwah- tidak akan bertentangan dengan hikmah kenabian jika risalah dan syari’at terakhir tersebut mampu menjawab segala persoalan dan problem di segala bidang; material maupun spritual manusia, dan telah dijamin kelestarian serta kelanggengannya.

4. Tuhan telah berjanji akan menjaga Al-Quran dari berbagai tahrif dan perubahan dari tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab. [2] Sayangnya, semua hukum-hukum dan undang-undang Islam itu tidak semuanya dapat dipahami dari sisi dahir saja, bahkan dengan berani dapat dikatakan secara umum Al-Quran tidak menjelaskannya dengan detail dan terperinci. Penjelasan detail dan mendalam tentangnya diserahkan dan menjadi tugas pribadi agung nabi SAW. [3]

5. Kondisi yang amat sulit yang menghimpit kehidupan nabi, tidak mengizinkan beliau untuk menjelaskan semua hukum secara komprehensif kepada seluruh masyarakat umum, hanya sebagian saja yang telah diserap dan diajarkan pada sahabat-sahabat beliau, itupun belum dapat menjaminan keterjagaan ajaran-ajaran tersebut. Sehingga cara berwudhu’ yang  setiap kali dikerjakan oleh beliau dan selama bertahun-tahun disaksikan para sahabat menjadi bahan pertikaian dan polemik. Jika hukum sebuah perbuatan - yang setiap hari dilakukan dan menjadi kebutuhan setiap muslim dan tak memiliki motif, kepentingan dan alasan khusus untuk merubahnya - menjadi bahan percekcokan umat, maka sangat besar kemungkinannya untuk terjadi dalam permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan detail apalagi hukum-hukum yang bermanfaat bagi golongan tertentu. [4]

Dengan memperhatikan proposisi-proposisi di atas, jelas Islam akan menjadi sebuah agama yang sempurna, saat mampu menjawab kebutuhan manusia sepanjang sejarah, di mana dalam kandungan agama Islam harus sudah tersedia jalan keluar yang dapat menjamin kemaslahatan lazim dalam masyarakat sosial, kemaslahatan yang raib akibat kepergian nabi saw.
Jalan  tersebut adalah penentuan atau pelantikan pengganti yang baik setelah nabi, seorang pengganti yang telah dianugerahi ilmu secara langsung, sehingga dapat memahami segala fakta-fakta agama dan menjelaskannya dengan segala dimensi ajaran agama dengan kejelian, dia juga harus memiliki malakah Ismah, sehingga ia tidak terjerat dalam perangkap hawa nafsu dan godaan setan, dan tidak akan melakukan perubahan dalam agama disengaja atau tidak. Begitu juga ia harus mampu menjalankan dan melanjutkan peran pendidikan yang telah dirintis oleh nabi, menyampaikan pribadi-pribadi potensial ke puncak kesempurnaan, dan jika ia memiliki sikon yang kondusif ia pun dapat mengurusi dan menjalankan roda pemerintahan sosial, serta menerapkan segala hukum dan undang-undang sosial dengan menyebar luaskan dan menegakkan keadilan di dunia. [5]

[1] Hal ini merupakan salah satu dari asas penting dalam Islam, dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Quran secara global, dengan gamblang kita akan mendapati bahwa agama Islam adalah agama untuk semua zaman dan kekal, Al-Quran sering kali menyebut dan menyeru masyrakat dengan Ya Ayyuhan Nas, (Baqarah 21, Nisa’ 1 dan 174, Fathir 15). Ya Bani Adam, (A’,raf 26, 27, 28, 31, 35, Yasin 60). Pada ayat lain juga mengatakan kalau hidayahnya mencakup semua mansuia (Baqarah 185,187, Ali-Imran 138, Ibrahim 1, 52, Jatsiyah 20, Zumar 41, Nahl 44, Kahf 54, Hasyr 21). Dalam ayat-ayat yang lain Al-Quran juga mengatakan bahwa risalah rasul diperuntukkan pada semua mansuia. (Anbiya’ 107, Furqan 1). Dalam ayat ke 19 surat An’am Al-Quran mengatakan bahwa da’wah beliau mencakup semua orang yang mendengar seruan tersebut. Ayat-ayat yang kita sebutkan di atas dengan berbagai ungkapan umum seperti Ya Ayyuhan Nas (wahai manusia) dan ‘Alamin alam semmesta merupakan pertanda universalitas agama islam, dan penafian asumsi sebagian kelompok yang mengatakan Islam hanya berlaku pada masa tertentu saja,  sebagaimana dalam ayat ke 33 dari surat Taubah dan ayat ke 9 dari surat shaf atau ayat ke 28 dari surat fath, secara gamblang menjelaskan keuniversalan dan kelanggengan agama Islam. Liyudhirahu alad dini kullihi.
[2] Sesungguhnya Kami yang telah menurunkan zikr (Al-Quran) dan kami jugalah yang akan menjaganya. (hijr 9).
[3] Da telah Kami turunkan padamu Zikr (Al-Quran) supaya kamu menjelaskan pada mansuia apa yang telah diturunkan pada mereka. (Nahl 44).
[4] Allamah Amini dalam kitab Al-Gadir, jild 5, halaman 208 dan setersunya, menyebutkan sekitar 700 orang pengarang dan penjaja hadis-hadis palsu, dimana kurang lebih 100 ribu hadis telah disandarkan pada sebagian mereka.
[5] Kajian ini kami sadur dari buku Amozesya ‘Aqaid, karya Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, jild 2, halaman 174-179.

Imamah dalam Perspektif Sunnah dan Syiah

Polemik pertama yang muncul sepeninggal rasulullah saw dan menjadi sebab terpecahnya umat Islam kedalam dua kelompok, adalah polemik mengenai suksesi dan kepemimpinan setelah beliau.
Sekelompok menyakini Ali as adalah khalifah dan pemimpin setelah rasul, sedang kelompok lain menyakini kepemimpinan khalifah yang lain. Dari sinilah wacana Syiah dan Sunnah lahir.
Ada sebagaian kelompok berasumsi polemik Syiah dan Sunnah dalam pembahasan Imamah adalah menurut keyakinan Syiah nabi menunjuk dan menentukan Ali as sebagai pemimpin  dan pengganti beliau dalam mengurusi urusan sosial, sedang dalam pandangan Ahli Sunnah pelantikan dan penunjukan itu tidak pernah terjadi, dan ummat sendiri yang menentukan siapa pemimpin mereka, dan dia juga (pemimpin yang dipilih umat) memilih pemimpin setelahnya, pada tahapan ketiga, penentuan pemimpin diserahkan pada dewan yang berjumalah 6 orang, dan pada tahapan keempat khalifah lagi-lagi terpilih dengan dengan pemilihan umum.
Sesuai asumsi ini, polemik Syiah dan Sunnah hanya sekedar permasalahan historis dan tidak lebih, artinya apakah pada kakikatnya nabi menentukan Ali as  sebagai khalifah atau tidak. Syiah mengatakan ya, namun Ahli sunnah Sunnah tidak. Namun semua harus menerima kenyataan bahwa dalam sejarah yang terjadi adalah Abu Bakar, Umar kemudian Usman, lalu Ali as yang menjadi khalifah dan pemimpin umat Islam sepeninggal nabi.
Dengan demikian andai kata memang terjadi pelantikan Ali oleh rasul sebagai khalifah dan pemimpin setelah beliau, maka kehendak dan keinginan beliau tidak terwujud karena sekelompok orang telah merampas hak ini.
Pada dasarnya polemik Syiah dan Sunnah lebih dalam dan bersifat lebih mendasarv dari yang kita sebutkan tadi. Polemik asli antara mereka adalah apakah Imamah sebuah maqam dogmatis dan ilahiyah sifatnya -hanya dapat ditentukan oleh tuhan saja-, ataukah ia hanya sekedar kepemimpinan duniawi dan mengikuti masalah-masalah sosial.

Imamah dalam Perspektif Ahli Sunnah

Ahli Sunnah menyakini Imamah dan khilafah adalah sebuah pemerintahan yang memimpin dan mengurusi kaum muslimin, tugas ini diemban oleh seorang Imam. menurut keyakinan mereka, Islam tidak memiliki metode khusus dalam menentukan para pemimpinnya, bisa jadi seseorang menjadi pemimpin berkat wasiat pemimpin sebelumnya, bisa jadi ia terpilih melalui Musyawarah, atau terpilih secara demoktratis atau melalui kudeta dan penggulingan kekuasaan secara militer.

Imamah Dalam Perspekstif Syiah

Imamah dalam perspekstif Syiah merupakan kepemimpinan universal dan menyeluruh dalam masyarakat sosial Islam, baik di bidang keaagamaan maupun keduniaan. Kepemimpinan ini mendapatkan legalitasnya tatkala berasal dari tuhan, bahkan nabi sendiri tidak memiliki hak dan peran independen dalam menentukan khalifah setelah beliau, beliau harus menetukan khalifah sesuai dengan perintah tuhan.
Oleh karena itu Imamah sama seperti kenabian, merupakan salah satu permasalahan ilahiyah, jika para nabi dimandat dan dilantik dari langit, Imam pun juga harus demikian.
Dalam pandangan Syiah, Imamah bukan hanya pemerintahan/kepemimpinan dhahir, namun imamah sebuah maqam yang sangat agung dan memiliki kandungan spritual, selain memimpin dan mengurusi masalah sosial dan kehidupan bermasyarakat seorang Imam juga memiliki tugas memberi petunjuk dalam semua bidang kehidupan lebih umum dari duniawi maupun ukhrawi, dia penuntun dan pembimbing pemikiran dan jiwa umat, sebagaimana ia juga bertugas untuk menjaga sariat yang dibawa oleh para rasul, dan mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai lewat pengutusan seorang nabi.
Dalam keyakinan Syiah, pribadi yang secara asli –bukan sebagai pengganti- Memiliki maqam ini, maka ia mengetahui segala dimensi ajaran agama, yang dengan demikan dia tidak akan mengalami kesalahan dan kekeliruan dalam menjelaskan dan menerangkan khazanah keilmuan dan hukum-hukum Islam, dan dia terjaga dari segala dosa.
Para Imam dalam pandangan Syiah memiliki semua maqam dan kedudukan yang dimiliki oleh nabi, selain kenabian sendiri, segala ucapan dalam rangka menjelaskan berbagai hakikat, undang-undang, dan pengetahuan Islami merupakan hujjah (dalil), dan segala perintahnya di setiap permasalahan harus ditaati.

Perbandingan Antara Maqam Imamah dan Maqam Nubuwwah

Jika Nubuwwah kita katakan sebagai bimbingan ilahiyah, maka Imamah dapat kita katakan sebagai kepemimpinan ilahiyah. Tugas para nabi adalah memperjelas jalan bagi manusia yang harus ditempuh, sedang para imam bertugas membimbing manusia untuk menapaki jalan tersebut, oleh karenanya maqam Imamah dapat dikatakan lebih tinggi dari maqam Nubuwwah. Sebagai sebuah bukti, nabi Ibrahim as Khalilullah kekasih Allah baru sampai pada maqam ini setelah beliau diutus dan setelah melalui berbagai ujian yang sangat berat.
Dan ingatlah, ketika Ibrahim as diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “sesungguhnya Aku akan menjadikanmu Imam bagi seluruh manusia” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: “janjiKu ini tidak mengenai dan mencakup orang yang zalim. (Baqarah 124)
Dari ayat di atas ada tiga poin yang dapat kita pahami:

1. Maqam Imamah lebih tinggi dari maqam Nubuwwah.
2. Maqam Imamah maqam ilahiyah.
3. Maqam ini tak dapat digapai oleh pribadi-pribadi non maksum, karena orang-orang yang tak maksum
seringkali mengerjakan dosa, berbuat zalim dan bertindak aniaya.

Akan tetapi perlu dipahami dan diperhatikan, ketinggian maqam Imamah dari maqam Nubuwwah, bukan mengkosekuensikan seorang Imam lebih tinggi maqamnya dari seorang nabi, karena banyak para nabi termasuk nabi umat Islam yang mempunyai maqam Imamah selain maqam nubuwwah.

Sumber Pokok Polemik Dalam Masalah Imamah

Secara ringkas dapat kita katakan polemik mendasar antara Syiah dan Ahli Sunnah dalam topik Imamah adalah: Dalam perspekstif Syiah:

1. Imam dan khalifah nabi harus harus dipilih langsung oleh tuhan.
2. Imam memiliki ilmu khusus dan terjaga dari kesalahan.
3.  Imam harus terjaga dari dosa (maksum).
Akan tetapi dalam perspkstif Ahli Sunnah ketiga hal tadi bukanlah syarat dari pemimpin umat.

Kriteria-kriteria Seorang Imam

Ilmu Dan Kemaksuman Imam

Dengan memperhatikan apa yang kita sebutkan dalam pembahasan urgensitas keberadaan seorang imam, khatm nubuwwah (diakhirinya rentetan kenabian) akan sesuai dengan hikmah tuhan jika telah dilantik seorang Imam yang ma’sum, seorang Imam yang memiliki segala keistimewaan nabi selain kenabiannya. Atas dasar ini telah terbuktilah urgensitas keberadaan seorang Imam, keharusan mereka menerima curahan ilmu dan secara langsung dan keterjagaan mereka dari dosa.

Pelantikan Imam Bersumber Dari Tuhan

Hal lain yang dapat kita katakan sebagai asas ketiga keyakinan Syiah dalam kaitannya dengan topik Imamah adalah mereka dipilih dan dilantik langsung oleh tuhan. Karena hanya tuhan yang tahu siapa dari sekian banyak hambanya yang sanggup mendapatkan ilmu semacam ini, dan hal ini dikarenakan ilmu dan malakakah nafsansiyah termasuk hal-hal non indrawi yang secara langsung tak bisa dideteksi secara empirik.
Perlu ditekankan di sini, arti ismah bukan hanya manusia dalam sepanjang umurnya tidak pernah melakukan dosa, akan tetapi manusia dalam kondisi apapun akan selalu meninggalkannya. Dan hal ini hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Begitu juga dengan Ilmu, kendati mampu dipahami dari ucapan dan tulisan seseorang, namun metode dan jalan ini tidak mampu menjamin kejujuran dan kebenaran segala ucapannya.
Argumentasi lain untuk menetapkan keharusan pelantikan seorang imam langsung dari Allah SWT selain yang telah dipaparkan di atas adalah: Imamah adalah sebuah bentuk pemerintahan atau kepemimpinan atas manusia, hal ini –kepemimpinan ashalatan hanya milik tuhan. Wilayah tuhan absolut sifatnya dan hanya dialah hakim atau pemimpin tunggal, hanya dariNya manusia harus menuruti perintah dan suruhan. Oleh karena itu ketaatan terhadap selain Allah SWT hanya bisa diterima jika tuhan sendiri yang melimpahkan wewenang padanya.


Kepemimpinan Imam 

Ali as dan 11 Putra beliau

Al-Quran dalam topik Imamah tidak membawa sebuah nama satupun yang disebut sebagai seorang Imam. Mungkin hal ini sebagai salah satu metode Allah SWT untuk menjaga Al-Quran dari tahrif, atau ada hikmah-hikmah lain yang masih terselubung. Walaupun demikian Al-Quran telah menjelaskan secara global Imamah Ali as  dan putra-putra beliau dalam beberapa ayat, dan hal ini telah dijelaskan oleh rasul sendiri secara gamblang, sehingga tidak ada kesamaran lagi bagi setiap pribadi pencari hakikat dan kebenaran.
Di dalam Al-Quran banyak terdapat Ayat-ayat yang menjelaskan kelayakan Imam Ali as sebagai seorang Imam.
Allamah Hilly dalam kitab Nahj Al Haq wa Kasyf Al Sidq mengatakan ada sekitar 88 ayat yang menetapkan keimamahan Ali as. Ayat-ayat tersebut, berlandaskan hadis-hadis yang termuat dalam kitab-kitab standar Ahli Sunnah yang menggambarkan dimensi-dimensi keagungan pribadi Ali dan keImamahan beliau. [1]
Begitu juga Qody Said Mar’asyi dalam Ihqaq Al haq menyebutkan sekitar 94 ayat lain yang menetapkan Wilayah Imam Ali a.s dengan berdasarkan 37 kitab standar Ahli Sunnah.
Di sini kita hanya ingin membawakan dan membahas satu ayat Al-Quran yang merupakan penjelas keimamahan Ali as.

Ayat Wilayah

“Sesungguhnya Wali kalian hanyalah Allah, RasulNya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dalam keadan ruku’”. (Al Maidah 55).
Berdasarkan hadis-hadis yang dinukil baik dari kalangan ulama’ Syiah maupun Ahli Sunnah, ayat ini turun berkenaan dengan Imam Ali a.s, dan sesuai kajian dan penuturan para ahli tafsir dan ahli hadis  Syiah serta pengakuan sekelompok ulama’ yang tidak sedikit dari kalangan Ahli Sunnah, bahwa pribadi yang menyedekahkan cincinnya pada si faqir dalam keadaan shalat (waktu ruku’) itu adalah pribadi agung Ali as. [2]
Allamah Mar’asyi dalam kitabnya Ihqaqul Haq menuturkan bahwa ada sekitar 85 kitab hadis dan tafsir Ahli Sunnah yang menukil bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan Imam Ali as
Dengan riwayat-riwayat ini jelas bahwa yang dinginkan dari kata jamak pada ayat di atas adalah kata tunggal dan itu Imam Ali as. Akan tetapi yang perlu dicermati di sini adalah apa arti sebenarnya dari kata wali yang terdapat dalam ayat ini.
Arti wali: Kata-kata Wali, Wilayat, Wala, Maula, dan  Awla, berasal dari akar kata yang sama yaitu Wala. Kata ini sangat banyak digunakan oleh Al-Quran; 124 dengan kata benda, dan sekitar 112 tempat dipakai dalam bentuk kata kerja.
Sebagaimana yang termuat dalam kitab Mufradatul Quran, karya Ragib Isfahani, dan kitab Maqayisul Lugah karya Ibn Fars, arti asli dari kata ini adalah kedekatan dua benda, yang seakan-akan tak berjarak sama sekali. Maksudnya jika dua sesuatu sudah sangat berdekatan, sangatlah mustahil jika dibayangkan ada sesuatu ketiga, ketika kita katakan walia zaid Amr artinya zaid di sisi Amr.
Kata ini juga bermakna teman, penolong dan penanggung jawab. Dengan kata lain pada semua arti tadi terdapat semacam kedekatan dan hubungan serta interaksi, dan untuk menentukan arti yang dinginkan dibutuhkan tanda-tanda dan kecermatan untuk memahami kontek kalimatnya.
Dengan memperhatikan poin-poin yang kita sebutkan tadi, kita dapat memahami bahwa maksud dari ayat di atas adalah hanya tuhan, rasul, dan Ali a.s sajalah yang memiliki kedekatan spesial dengan kaum muslim.
Telah jelas arti dekat di sini berkonotasi spiritual / metafisik bukan material. Konsekuensi kedekatan ini adalah wali (pemimpin) dapat mengganti semua hal yang dapat digantikan dari maula alaih (yang dipimpin). Atas dasar ini segala tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim yang dapat diganti, wali mampu melakukannya dan mengiterpensi. Dengan pengertian semacam ini Wilayah diartikan penanggung jawab dan pemilik Ikhtiar. [3]
Dari satu sisi telah jelas tuhan wali seluruh hamba dalam urusan duniawi dan akhirat mereka. Dan Ia wali kaum mu’min dalam urusan agama dan penyeruan mereka terhadap kebahagiaan dan kesempurnaan mereka. Rasul dengan izin tuhan merupakan wali bagi kaum mu’minin. wilayah Imam Ali a.s yang dijelaskan dalam ayat ini juga bermaksud sama seperti arti di atas, yang konsekuensinya beliau mampu menginterfensi masalah dan urusan kaum muslim, dan beliau mendapatkan prioritas dalam jiwa, harta, kehormatan dan agama manusia. [4]

Ta’wilan Ahlisunnah

Mayoritas ulama’ Ahli sunnah mengakui bahwa sebab turunya ayat ini adalah Ali as bahkan Zamakhsari mengatakan dalam al Kassyaf, ketika menjawab persoalan kenapa berbentuk jamak bukankah ini ayat tersebut turun berkenaan dengan satu person saja (Imam Ali as):“hal ini supaya manusia mengamalkannya (bersedekah dalam keadaaan ruku’), dan mengindikasikan pribadi mu’min harus berbuat seperti yang demikian.” [5]
Fakhrur Razi dalam tafsirnya juga mengatakan: “ayat ini turun berkaitan dengan Ali a.s, dan sudah menjadi kesepakatan para ulama bahwa bersedekah dalam keadaan shalat (waktu ruku’) tidak pernah dilakukan kecuali oleh seorang pribadi agung Ali as.” [6]
Suyuthi dalam Durur Mansturnya membawakan pelbagai riwayat yang menunjukkan bahwa sebab turunya ayat ini adalah Ali a.s:”
Poin terpenting dan mendasar yang digunakan Ahli Sunnah untuk menjustifkasi ayat ini adalah, maksud dari wali dalam ayat ini adalah teman, bukan penanggung jawab dan pemilik ikhtiar.
Akan tetapi sebagaimana telah dijelaskan di awal-awal tadi –arti semacam ini (teman) tidak akan muncul dengan adanya alat hasr yang berupa Innama. Karena dengan demikian akan muncul konsekuensi pelarangan persahabatan dan berteman dengan selain Allah, Rasul, dan Ali as

 Kepemimpinan Ali as dalam Tinjauan Hadis Dan Sunnah

Dalam kitab-kitab hadis, baik di kalangan Ahlisunnah maupun di kalangan Syiah, terdapat bayak riwayat dari rasul yang menuturkan dan mencatat bahwa Ali as merupakan Imam dan Khalifah setelah beliau.
Riwayat-riwayat ini menunjukkan bahwa semenjak diutus, nabi telah diperintahkan untuk menyampaikan hal penting ini –kepemimpinan Ali as setelah beliau- kepada kaum muslimin, dan beliau juga telah menyampaikannya di berbagai kesempatan.
Mengingat kapasitas kitab ini tidak bisa  membahas riwayat itu secra keseluruhan kita hanya akan membawakan riwayat-riwayat yang berkaitan dengan peristiwa Al Gadir secara terperinci, dan selanjutnya kita akan membawakan riwayat-riwayat lain secara global.

Hadis Gadir

Hadis Gadir berkaitan dengan sebuah momen yang terjadi di penghujung kehidupan nabi SAWW, peristiwa ini terjadi pada waktu beliau kembali dari penunaian haji terkahir yang beliau laksanakan. Peristiwa akbar ini terjadi  di sebuah tempat yang diberi nama Gadir Khum. Tempat ini adalah tempat terpisahnya para jamaah haji dari Mesir, Irak, dan para jamaah haji yang berangkat dari kota Madinah.
Pada tahun kesepuluh hijriyah, Nabi SAWW bersama sekelompok besar dari sahabat pergi ke kota Mekah untuk menunaikan ibdah hajji. Setelah selesai menunaikan ibadah tersebut, beliau memberi titah kepada para sahabat untuk kembali ke kota Madinah. Ketika para rombongan sampai di kawasan Rabig sekitar tiga mil dari Juhfah, Jibril datang dan turun menjumpai rasul di Gadir Khum dengan menyampaikan misi dan wahyu dari tuhan: “Wahai Rasul sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari tuhanmu, dan andai kamu tidak melakukannya niscaya kamu tidak menyampaikan risalahNya, dan (ketahuilah) Allah akan menjagamu dari manusia.”(Maidah 67)
Dengan turunnya ayat ini rasul memerintahkan rombongan untuk berhenti, dan menyuruh mereka yang didepan untuk berhenti dan kembali, serta beliau memerintahkan untuk menunggu para rombongan yang masih tertinggal di belakang. Saat itu adalah waktu Dhuhur, cuaca sangat panas sekali, sebuah mimbar pun didirikan. Shalat Duhur didirikan secara berjamaah, kemudian setelah para sahabat berkumpul, beliau berdiri di atas mimbar setinggi 4 onta, dan dengan suara lantang beliau pun berpidato:” segala puji bagi Allah, dariNya kita minta pertolongan, dan kepadaNya kita beriman dan berserah diri, dan kita berlindung kepadaNya dari kejelekan amal perbuatan kita, tuhan yang tiada pembimbig dan pemberi hidayat selainNya. Siapa yang diberi petunjuk olehNya, tidak akan ada seorangpun yang sanggup menyesatkannya, aku bersaksi bahwa tiada yang layak disembah selainNya, dan Muhammad adalah utusan dan HambaNya.
Wahai Manusia sudah dekat rasanya aku akan memenuhi panggilanNya, dan akan meninggalkan kalian. Aku akan dimintai pertanggung jawaban, kalian pun juga demikian.
v Apakah yang kalian pikirkan tentang diriku?.
Ø  Kami bersaksi bahwa anda telah menjalankan dan telah berupaya untuk menyampaikan misi  yang telah anda emban, semoga Allah SWT memberikan pahala kepadamu.
v Apakah kalian bersaksi bahwa tuhan hanya satu dan Muhammad hamba sekaligus nabiNya, Surga, Neraka, dan kehidupan abadi di dunia lain adalah benar dan pasti?
Ø Iya, kami bersaksi.
v wahai manusia aku akan menitipkan dua hal berharga pada kalian supaya kalian beramal sesuai dengan dua hal tersebut.
Ø Pada saat itu berdirilah seorang dari mereka seraya berkata:”apa kedua hal tersebut?”
v Pertama kitab suci tuhan di mana pada satu sisinya berada di tangan tuhan, sedang yang lain berada di tangan kalian, sedang hal lainnya yang akan aku titipkan pada kalian adalah itrah dan ahlul baytku. Tuhan telah mengabariku bahwa kedua hal tadi tidak akan  berpisah sampai kapanpun.
v Wahai manusia janganlah kalian mendahului Al-Quran dan itrahku dan sekali-kali jangan tinggalkan keduanya karena kalian akan binasa dan celaka.
Tak lama kemudian nabi mengangkat tangan Ali as setinggi-tingginya sehingga tampaklah kulit ketiak kedua pribadi agung itu, dan beliau memperkenalkan imam Ali kepada khalayak seraya berkata:”Wahai manusia siapa gerangan yang lebih layak dan lebih berhak terhadap kaum mu’minin dari pada mereka sendiri?
Ø Tuhan dan rasulnya lebih tahu.
v Sesungguhnya Allah maulaku dn aku maula kaum mu’minin, dan aku lebih berhak atas diri mereka ketimbang mereka. Maka barang siapa yang maulanya adalah diriku maka ketahuilah bahwa Ali maulanya.
Sesuai penuturan Ahmad bin Hanbal, nabi mengulang ungkapan ini sebanyak empat kali, kemudian melanjutkan dengan do’a:”ya Allah cintailah mereka yang mencintai Ali, dan musuhilah mereka yang memusuhinya, kasihilah mereka yang mengasihinya, murkailah mereka yang membuat murka dia, tolonglah mereka yang menolongnya, hinakanlah mereka yang menghinanya dan merendahkannya, dan jadikanlah ia sebagai sendi dan poros (mihwar)  kebenaran.

Koreksi Sanad Hadis

Hadis Gadir salah satu hadis yang sangat populer baik dalam Syiah maupun Ahli Sunnah, sebagian mengklaim bahwa hadis ini mutawatir. Selain para ulama’ Syiah, sekelompok dari ulama’ Ahli Sunnah pun secara independen membahas dan menganalisanya, seperti: Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Thabari (W -310 H), dan Abu Abbas Ahmad bin Ahmad bin Said Hamadani (W-333 H), juga Abu Bakar Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Salim Tamimi Baghdadi (W- 355 H) Dan masih banyak lagi. [7]
Untuk lebih memperjelas sejauh mana perhatian Tabiin dan Tabiinnya Tabiin dan para ilmuwan dan Fuqaha terhadap penukilan hadis ini dan kesahihan Sanadnya, kita akan bawakan secara singkat sejumlah Perawi hadis ini dari Ahli Sunnah di setiap abad, sedang untuk detailnya bisa dirujuk sendiri pada kitab-kitab yang secara panjang lebar memuat permasalahan ini. Para penukil hadis ini adalah: 
1. 110 sahabat.
2. 84 Tabiin.
3. 56 Ulama’ abad kedua.
4. 92 Ulama’ abad ketiga.
5. 43 Ulama’ abad keempat
6. 24 Ulama’ abad kelima.
7. 20 Ulama’ abad keenam.
8. 20 Ulama’ abad ketujuh.
9. 19 Ulama’ abad kedelapan.
10.    16 Ulama’ abad kesembilan.
11.    14 Ulama’ abad kesepuluh.
12.    12 Ulama’ abad kese belas.
13.    13 Ulama’ abad kedua belas.
14.   12 Ulama’ abad keiga belas.
15.   19 Ulama’ abad keempat belas.
Para Muhaddis (ahli hadis) Ahli Sunnah, Yang menukil hadis ini di antaranya; Ahmad bin Hanbal Syibani dengan 40 sanad, Ibn hajar Asqalani dengan 25 sanad, Jazri Syafii 80 sanad, Abu Said Sajistani 120 sanad, Amir Muhammad Yamani 40 sanad, Nisai 250 sanad, Abu Ya’la Hamadani 100 sanad, Abul I’rfan Haban dengan 30 sanad. [8]
Dengan demikian peristiwa Gadir Khum dan pelantikan yang dilakukan oleh nabi SAWW, merupakan salah satu musallamat sejarah, sehingga siapapun yang mengingkarinya, dia tidak akan bisa menerima kejadian dan peristiwa-peristiwa historis lainnya.

Arti Hadis

Poin utama dari hadis ini adalah penggalan riwayat yang mengatakan:
من كنت مولاه فهذا علي مولاه “ Barang siapa Aku pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya.”
Dengan memperhatikan berbagai kontek yang ada, maksud dari kata maula dalam hadis ini berarti aula atau lebih utama. Pada akhirnya hadis ini mengindikasikan bahwa Ali a.s adalah wali setelah nabi dan pengnggung jawab kaum muslimin, dan dia lebih utama dari diri mereka. Qarinah atau kontek-kontek tersebut adalah:
 1. Pada permulaan hadis nabi bersabda” tidak kah aku terhadap diri kalian lebih utama dari kalian? ungkapan setelahnya yang mengatakan man kuntu maulahu... berdasarkan pada ungkapan ini, dengan demikian keserasian keduanya memberikan pengertian bahwa maula di situ berarti  awla dalam tashruf.
2. Pada akhir hadis rasul bersabda: ” اللهم وال من والاه وعادمن عاده doa ini merupakan penjelas akan maqam imam Ali a.s, dan hal ini dapat bermakna sebagaimana mestinya jika wali itu berarti maqam kepemimpinan dan wilayah.
1. Rasul dari khalayak meminta penyaksian, dan ungkapan man kuntu.., dalam  kontek penyaksian terhadap keesaan tuhan, dan kenabian rasul. Sehingga nilai hal tersebut (kewalian Ali as) dapat dipahami dari konteks tadi (penyaksian dengan keesaan Allah dan kenabian rasul).
2. Setelah nabi selesai dari ucapan beliau, dan sebelum khalayak berpencar dan terpisah-pisah satu sama lain, Jibril datang dengan membawa wahyu:”Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu…” dan waktu itu rasul bersabda:” Maha Besar Allah atas penyempurnaan agama, dan perampungan nikmat, tuhan telah ridha dengan misiku dan kepemimpinan Ali as setelahku.” Atas dasar ini apakah ada satu tafsiran lagi selain Imamah dan kepemimpinan Ali as dari tema penyempurnaan agama dan perampungan nikmat, dan ditambah posisinya disejajarkan dengan sariat?.
Selain kontek dan berbagai qarinah yang telah kita sebutkan tadi, di sana terdapat kontek-kontek lain yang mengindikasikan keagungan misi yang harus disampaikan oleh rasul pada saat itu. Untuk lebih lengkapnya dapat dirujuk dalam kitab Al-Gadir jild pertama, halaman 370-383.

Sekilas Tentang Hadis-Hadis Yang Lain

1. ketika ayat indar [9]  turun, nabi meminta Abu Thalib untuk menyiapkan makanan, dan mengundang semua anak keturunan Abdul Muthalib. Pada waktu itu beliau bersabda:”siapakah dari kalian yang sudi menjadi patner bagiku, dan membantuku, niscaya dia akan menjadi saudara, khalifah, dan wasi setelah aku?.
Pada waktu itu tidak ada satu orang pun yang menjawab panggilan dan seruan nabi selain Ali as, beliau bersabda: “aku siap membaiat dan menolongmu” kemudian Nabi bersabda:” dia adalah saudaraku, wasi, khalifah dan pewaris sepeninggalku maka dengarkanlah dan patuhilah ucapannya!. [10]

2. ketika rasul hijrah ke Madinah, beliau mengikat tali persaudaraan diantara para sahabat kecuali Ali as, Ali as bersabda:”Wahai rasul kamu telah mengikat persaudaraan antara para sahabat, bagaimana dengan diriku?” baginda nabi bersabda:”apakah kamu tidak rela untuk menjadi saudaraku dan khalifah sepeninggalku?. [11]

3. Dalam riwayat yang tak sedikit jumlahnya rasul meminta dari para sahabat untuk memanggil Ali a.s dengan gelar Amirul Mu’minin, kemudian beliau bersabda:” kamu penghulu kaum muslim dan Imam kaum Muttaqin dan pemimpin para pribadi berwajah ceria di surga”.
Beliau juga bersabda:” ia wali setiap mu’min dan mu’minah”. Hadis ini diriwayatkan oleh kedua kelompok baik Syiah maupun Ahli Sunnah, dan kompilasi dari keduanya mencapai pada batas mutawatir. [12]

4. Secara mutawatir berdasarkan penukilan ulama’ Syiah dan Ahli Sunnah rasul bersabda kepada Imam Ali:” posisi dan kedudukanmu di sisiku seperti posisi dan kedudukan Harun disisi Musa as”. [13]  Artinya setiap hal yang dimiliki oleh Harun terhadap Musa as, juga dimiliki oleh Ali as dari rasul. Dan hal terpenting dari semua itu adalah khilafah dan kewasiaan Harun dari Musa as

Imamah / Kepemimpinan Para Imam Yang Lain

Keimamaham Imam yang lain dengan berbagai ungkapan dan penjelasan telah disampaikan pula oleh rasul SAWW. Riwayat-riwayat yang bertalian dengan hal ini dapat kita kategorikan dalam 6 kategori;
1. Kategori pertama riwayat-riwayat yang menyinggung Ahlul bayt, I’trah, durriyah, dan Dul Qurba. Begitu juga telah dijelaskan ciri-ciri umum dan universal para Imam yang berhak, dan keberlangsungannya dari keturunan Az Zahra as, riwayat-riwayat yang memuat permasalahan tersebut sangat banyak kita dapati dalam kitab-kitab sahih dan jami’ Ahli Sunnah. Riwayat tersebut secara luas dan panjang lebar telah termuat dan terkumpul dalam kitab Aqabatul Anwar, Al Gadir, Al Muraja’at, dan Ihqaqul Haq.
2. Kelompok riwayat yang menjelaskan perpindahan / peralihan kepemimpinan (Imamah) atau suksesi dari imam Ali a.s kepada imam Hasan as dan dari beliau kepada Imam Husain. Sebagian dari riayat-riwayat tersebut telah dimuat dalam kitab Ihqaqul Haq jild ke 19.
3. Kelompok riwayat yang yang menyebutkan jumlah Imam sebanyak 12 orang, dengan tanpa penyebutan nama. Riwayat ini mencapai 130 riwayat. Dan sekitar 40 riwayat yang menyebutkan bahwa khalifah dan pengganti setelah nabi SAWW sejumlah Nuqaba nabi Musa As. [14]
4. kurang lebih 91 riwayat menyebutkan jumlah Imam dengan membawakan nama Imam pertama dan terakhir. Dan sejumlah 94 riwayat yang hanya menyebutkan nama Imam yang terakhir. [15]
5. Sekitar 139 hadis yang menyebutkan bahwa Imam berjumlah 12 orang, dan secara gamblang riwayat-riwayat ini mengatakan bahwa 9 orang dari mereka adalah anak keturunan Al-Husain as dan sekitar 107 dari riwayat tadi menyebutkan  nama Imam yang terakkhir. [16]
6. Sekitar 50 hadis menyebutkan nama-nama Imam secara lengkap dari awal sampai akhir. Sebagai contoh berikut ini contoh dari riwayat-riwayat tersebut.                                                                                                                                                                                                 
Jabir bin Abdillah berkata:”ketika ayat 55 dari surat Nisa turun yang menegaskan ”taatilah Allah, dan taatilah rasul, dan para pemimin dari kalian”  aku bertanya pada rasul SAWW, “kami telah mengetahui tuhan dan rasulnya, namaun Ulil Amr yang wajib kita taati tersebut belum kami ketahui, siapakah gerangan mereka itu? Beliau bersabda:”mereka penggantiku, para Imam dan pemimpin sepeninggalku, yang pertama Ali, kemudian secara berurutan Hasan pura Ali, Husain putra Ali, Ali putra Al Husain, Muhammad putra Ali yang dalam Taurat dikenal dengan Baqirul Ulum, dan kamu pada suatu saat akan berjumpa dengannya, dan kapanpun kau menjumpainya sampaikanlah salamku padanya. Kemudian setelahnya secara urut Ja’far putra Muhammad, Musa putra Ja’far, Ali putra Musa, Muhammad putra Ali, Ali putra Muhammad, Hasan putra Ali, dan kemudian putranya yang nama dan kunyahnya (panggilan) sama dengan ku. Tuhan akan menjadikannya pemimin bagi dunia, dan ia akan tersembunyi dari pandangan dan penglihatan, dan ia akan gaib lama sekali. Sampai suatu saat di mana hanya ada orang-orang yang memiliki keiman yang  kokoh, yang teruji dan mendalam akan keyakinan terhadap kepemimpinannya. [17]

Riwayat-Riwayat Dari Ahli Sunnah Berkenaan Dengan Ke-Imamahan 12 Orang Imam

Tepat sekali kalau pada kajian ini kita bawakan riwayat- riwayat tentang ke-Imamahan para Imam 12 yang termuat dalam kitab-kitab standar Ahli Sunnah, riwayat- riwayat tersebut diantaranya:
1. Bukhari menukil dari Jabir bin Samarah:”Aku mendengar rasul bersabda:”setelahku 12 orang pemimpin akan datang.” Saat itu beliau melanjutkan ucapannya yang tak terdengar olehku kemudian ayahku berkata bahwa keseluruhan imam tersebut semuanya dari bangsa Quraisy.” [18]
2. Muslin juga menukil dari Jabir bin samarah:”aku mendengar rasul SAWW bersabda:”Islam akan memiliki pemimpin sampai 12 orang. Kemudian beliau bersabda yang tak bisa kupahami. Aku bertanya pada ayahku tentang apa yang tidak aku pahami itu, ia berkata:”beliau bersabda semuanya dari kaum Quraisy. [19]
3. Muslim dari Jabir juga menukil, ia (Jabir) berkata:”aku dan ayahku berjalan bersama rasul SAWW saat itu beliau bersabda:”agama ini akan memiliki 12 pemimpin, yang kesemuanya dari bangsa Quraisy. [20]
4. Muslim juga menukil dari Jabir:”aku mendengar rasul bersabda:”agama Islam akan langgeng sampai hari kiamat nanti, sampai dua belas orang khalifah memerintah yang kesemuanya dari Quraisy. [21]

Imam Ke 12

Sebagaimana kita jelaskan di atas, berdasarkan riwayat yang amat banyak yang diriwayatkan dari rasul SAWW, bahwa jumlah para imam ma’sum yang akan datang silih berganti dan menjadi pelanjut dan penerus jalan dan pembawa lentera hidayah bagi manusia adalah 12 orang, di mana imam kesebelas dari mereka telah melaksanakan tugas dan misi ilahi dalam menjaga agama dalam kondisi tersulit yang ditabur oleh para penguasa penyembah kekuasaan, yang  pada akhirnya mereka korbankan nyawa mereka di jalan agama tuhan.
Keimamahan imam Ke 12 Imam Mahdi as dimulai semenjak sahidnya Imam ke 11 (260 h), dan tetap berlangsung sampai saat ini, dan seterusnya. Hal ini menuntut kita untuk sedikit membahas sebagaian hakikat yang terkait dengan keimamahan  beliau.
Imam dan Hujjah tuhan Ke 12 lahir pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 255 hijriyah, di kota Samira. Nama dan kunyah beliau sama dengan rasul M-H-M dan Abul Qasim, kendati ada larangan untuk menyebut nama beliau. [22] Beliau memiliki beberapa gelar di antaranya: Hujjat, Qaim, Wali Ashr, Khalafus Shaleh, Sahibuz Zaman, Baqiytullah dan al-Mahdi yang merupakan gelar termasyhur bagi beliau.
Imam Mahdi memiliki dua gaibah, pertama gaib sugra (kecil) yang berlangsung sangat singkat, dan yang kedua gaibah kubra (besar) gaibah ini berlangsung sangat lama. Gaibah sugra berlangsung dari kelahiran beliau sampai tahun 329 hijriah, sedang gaibah kubra dari tahun 329 tadi sampai masa kemunculan dan bangkitnya beliau nanti.

 Kabar Gembira Akan Munculnya Imam Mahdi as dalam Hadis

Syiah Maupun Ahli Sunnah secara mutawatir menukil riwayat-riwayat yang mengatakan:”pada akhir zaman nanti akan muncul seorang manusia yang bernama Mahdi yang akan melenyapkan kebodohan dan kezaliman, dan akan meyebar luaskan ilmu dan keadilan, dan ia akan menerapkan agama tuhan di atas dunia, kendati para musyrik tidak menyetujui dan membencinya”.
Dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa:”jika umur dunia hanya tinggal sehari, tuhan akan memanjangkan hari itu sampai seorang anak manusia muncul yang akan memenuhi alam dengan keadilan, sebagaimana dunia telah dipenuhi oleh kezaliman dan penganiyaan. [23]
Mengingat pentingnya statistik riwayat-riwatyat yang dinukil baik oleh kalangan Syiah maupun Ahli Sunnah, berikut ini kami bawakan riwayat-riwayat tersebut yang kami bagi dalam 11 kategori:
1. sekitar 657 riwayat tentang kabar gembira munculnya Imam Mahdi as
2. 389 riwayat yang menjelaskan tentang Mahdi dari Ahli Bayt rasul.
3. 214 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi dari keturunan Ali as
4. 192 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi dari keturunan Fatimah.
5. 148 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi adalah anak ke-9 dari keturunan Al Husain.
6. 185 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi dari keturunan Imam Ali Zainal Abidin.
7. 146 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi putra Imam Hasan Askari.
8. 132 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi akan memenuhi alam dengan keadilan.
9. 91 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi akan gaib lama sekali.
10.    318 riwayat yang menjelaskan bahwa Mahdi memiliki umur yang sangat panjang sekali.
11.    136 riwayat yang menjelaskan mahdi adalah Imam ke-12 dari para Imam Ahlul Bayt. [24]

Ahli Sunnah dan Imam Mahdi

Begitu jelasnya kemutawatiran riwayat-riwayat yang menyebutkan kabar gembira akan munculnya Mahdi as, sampai-sampai banyak dari para ulama’ Ahli Sunnah yang mengakui dan menegaskan secara gamblang kemutawatiran riwayat-riwayat tersebut. Berikut ini sebagaian dari mereka:
Allamah Syaukani dalam kitab Attaudhih fi Tawatutri ma jaa fil Muntadhar wad Dajjal wal Masih; Hafid [25] Abu Abdillah Ganji Syafi’i (W 658 H) dalam kitab Al Bayan fi Akhbar Shahibuz Zaman; Hafid ibn Hajar Al Asqalani Syafi’I (W 852 H) dalam Fathul Bari. [26]
Atas dasar ini keyakinan terhadap munculnya Imam Mahdi as bukanlah khusus bagi Syiah saja, akan tetapi Ahli Sunnah juga menyakininya, walaupun menurut keyakinan mereka beliau as sampai sekarang belum terlahirkan ke dunia.
Bahkan Wahabiyah sendiri yang menjadi penentang nomor wahid Syiah, tak mampu mengingkarinya. Dalam stateman / penjelasan yang dikeluarkan Rabithatul Alamil Islami pada tahun 1976 Masehi secara tegas disebutkan [27]:
”…ketika kerusakan, kezaliman dan kekafiran telah menyebar luas di dunia, Allah SWT akan memenuhinya dengan keadilan melalui dia (Mahdi) as, sebagaimana dunia telah dipenuhi oleh kezaliman. Ia merupakan khalifah terakhir dari Khualafaur Rasyidin yang berjumlah 12 sebagaimana dikabarkan oleh rasul SAW yang terdapat dalam kitab-kitab hadis yang sahih. Hadis-hadis yang berkaitan dengan hal ini banyak diriwayatkan dari para sahabat besar seperti Ustman bin Affan; Ali bin Abu Thalib; Thalhah bin Ubaidillah; dan Abdurrahman bin Auf …” [28]
Selain keterangan dan penjelasan yang kita bawakan tadi, para ulama’ non-Syiah juga menulis kitab-kitab yang berkaitan dengan Imam Mahdi as seperti: Abu Nu’aim pengarang kitab Akhbarul Mahdi; Ibn Hajar Haitsami yang menulis sebuah kitab berjudul Al Qaulul Mukhtasar fi Alamatil Mahdi Al Muntadhar; dan Idris yang berkebangsaan Irak dan Maroko yang mengarang kitab dengan judul Al Mahdi.

[1] Nahjul Haq wa Kasyfus Sidq, percetkan darul hijrah, Qom, halaman 172-211.
[2] Ihqaqul haq, jld 2, halaman 399 dan seterusnya.
[3] Ragib dalam Mufradatul Quran halaman 570 mengatakan:”Wilayah berarti kemenangan, penanggung jawab dan pemilik ikhtiar sebuah perbuatan, sebagian berpendapat wilayat dan walayat memiliki satu arti yaitu penanggung jawab dan pemilik ikhtiar. Wali dan maula juga berarti demikian, hanya terkadang berkonotasi subyek (ism fa’il) dan terkadang obyek (ism maf’uli). Thabarsi dalam majmaul bayan setelah ayat 157 Baqarah mengatakan:’wali dari kata wala yang berarti berdekatan tanpa ada penghalang, wali adalah orang yang lebih berhak dan layak untuk melakukan perbuatan orang lain. Pemimpin sebuah kaum dapat dipanggil dengan wali, karena kedekatan dan secara langsung mengurusi dan menyuruh dan melarang semua urusan. Dan kepada majikan dikatakan maula karena secara langsung mengurusi masalah hamba. Ibnu faris juga mengatakan:”barang siapa bertanggung jawab atas urusan seseorang maka ia akan menjadi wali baginya. (Maqayisul Lugah jild 6, halaman 141).
[4] Allamah Sayyid Husain Tehrani, Imam Syenasi (mengenal Imam), jild 5, halaman 199-265; Allamah Sayyid Abdul Husain Syarafuddin, Al Murajaat, muraje-e-ye 38, Ustad Muthahari, Majmue-ye Atsar, jild 3, halaman 268-289.
[5] Ak-KasysYaf, percetakan mesir, tahun 1373 syamsi, jild  1, halaman 505.
[6] Tafsirul Kabir, percetakan mesir, tahun 1357 Syamsi, jild 12,halaman 30.
[7] Allamah Amini dalam jild  pertama kitab Al-Gadir halaman 152-157 telah membawakan nama-nama ulama’ yang telah menulis kitab untuk mengomentari dan menganalisa hadis ini, beliau juga menjelaskan metode yang diperaktekkan para penulis dalam memaparkan keterangannya.
[8] Jumlah ini diambil dari Al-Gadir jild pertama. Sedang pembahsan sanad hadis ini terdapat kitab-kitab tersendiri di antarana; Gayatul maram, karya Allamh sayyid Hasyim Bahrani (w 1390), dan Al-‘Aqabat, karya Sayyid Mir Hamid Husain Hindi. (w 1306)
[9] Syua’ra 214.
[10] Al-‘umdah, Ibnu Bithriq, halaman 121, 122 dan halaman 133, 134; Gayatul Maram, halaman 320; Syawahidul Tanzil, jild 1, halaman 420; Al-Gadir, jild 2, halaman 278-279.
[11] Al-“umdah, halaman 215-223;Al-Gadir, jild 3 halaman 112-125.
[12] Manaqib ibnu Magazali, halaman 65-66.
Al-‘Umdah, halaman 173-185, Musnad Ahmad, jild 3, halaman 32, Al-Gadir jild 1, halaman 51 dan jild 3, halaman 197-201.
[14] Muntakhabul Atsar, Ayatullah Shafi, halaman 10-58.
[15] Muntakhabul Atsar, Ayatullah Shafi, halaman 58-64.
[16] Muntakhabul Atsar, Ayatullah Shafi, halaman 65-96.
[17] Muntakhabul Atsar, halaman 101.
[18] Sahih Bukhari, jild 9, bab Istikhlaf, halaman 81.
[19] Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3.
[20] Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3.
[21] Sahih Muslim, jild 6, kitab Al-Amarah, bab annas taba’un li quraisy, halaman 3, sebagai bahan tahqiq pembaca budiman dapat merujuk ada kitab, musnad bin hanbal, jild 5, halaman 86, 89, 97, 107; muntakhabul Atsar, halaman 16  ;Yanabiul Mawaddah, halaman 446.
[22] Terdapat polemic diantara ulama syiah apakah pelarangan menyebut nama Imam zaman bersifat temporal dan hanya khusus pada zaman gaib sugra beliau ataukah pelaranga tersebut permanent sifatnya dan berklaku pada setiap zaman. An-Najmus Tsaqib, Mirza Husain Thabarsi Nuri, tehran, percetakan ilmiye-ye islamiyeh, bab 2, halaman 48-49.
[23] Musnad Ahmad bin Hanbal, jild 1, halaman 99, jild 3, halaman 17 dan 70.
[24] Sesuai penuturan Ayatullah Ja’far Subhani, Muhadharah Ilahiyah,halaman 566.
[25] Hafid adalah orang yang mengetahui sunnah-sunnah nabi yang dia juga mampu membedakan sunnah-sunnah yang telah menjadi kesepakatan dan sunnah yang masih dipertentangkan. Ia pun mengetahui dengan sempurna kondisi para perawi dan tingkatan para guru-guru hadis. (Mudir Syaneh chi, Ilmul Hadis, jild 2, halaman 22).
[26] Untuk mengetahui lebih lanjut lihatlah Nuvid amn va aman, karya Ayatullah Shafi, Tehran, Darul kutubul Islamiyah, menurut tahqiq yang beliau lakukan sekitar 17 orang dari ulama’ Ahli sunnah yang menegaskan kemutawatiran riwayat-riwayat yang berkenaan dengan kemunculan Al-Mahdi as.
[27] Rabitahtul Alamil Islami, merupakan markas terbesar Wahabiyah yang berdomisili di Makah, penjelasan dan jawaban dari soal kemunculan Imam Mahdi as dikeluarkan oleh markas ini dengan tanda tangan KETUMnya.
[28] Dalam penjelasan tersebut ada sekitar 20 nama orang yang sahabat rasul SAWW yang mereka katakan telah menukil dan meriwayatkan hadis-hadis tadi, kita hanya menyebutkan saja sebagian dari mereka. (menurut penuturan Sire-ye Fisywayan, Mahdi Fisywai, Qom, Muasese-ye va ta’limati Imam Shadiq, halaman 701-703).



0 komentar:

Posting Komentar